PERKEMBANGAN FISIK SOSIAL PESERTA DIDIK







PERKEMBANGAN FISIK SOSIAL PESERTA DIDIK


Perkembangan Fisik



1. Pengertian
Perkembangan Fisik


Perkembangan fisik atau tubuh seseorang terjadi karena pertumbuhan dan perkembangan tulang, sistem saraf, sirkulasi darah, otot, serta berfungsinya hormon. Perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI meliputi pertumbuhan tinggi dan berat badan, perubahan proporsi atau perbandingan antarbagian tubuh yang membentuk postur tubuh, pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan lemak. Secara langsung, pertumbuhan dan perkembangan fisik anak akan menentukan keterampilan anak bergerak. Secara tidak langsung pertumbuhan dan perkembangan fisik akan mempengaruhi cara anak memandang dirinya sendiri dan cara anak memandang orang lain, yang berdampak lebih lanjut dalam melakukan penyesuaian dengan dirinya dan orang lain.




Ketika
anak berusia lima tahun, tinggi tubuhnya sudah dua kali dari tinggi/panjang
tubuh saat ia lahir. Setelah itu mulsi melambat kira-kira 7 cm setiap tahun,
dan pada usia 12/13
  tahun tinggi anak
sudah
  mencapai sekitar 150 cm. Masih
bertambah tinggi sampai usia 18 tahun ketika anak mengakhiri masa remajanya.





Perkembangan
berat tubuh peserta didik yang normal pada usia lima tahun akan memiliki berat
tubuh sekitar lima
  kali  beratnya ketika dilahirkan. Pada akhir masa
anak sekolah beratnya sekitar 35-40 kg. Pada usia 10-12 tahun atau mendekati permulaan
masa
  remaja, anak-anak mengalami masa
periode lemak.





Gejalanya
pada masa dua tahun terakhir ini ( 10-12 tahun). Nafsu makan anak semakin besar
diiringi dengan pertumbuhan tubuh yang cepat.





Perkembangan
fisik tidak hanya berarti pertumbuhan dan penambahan ukuran tubuh (tinggi dan
berat badan), tetapi juga proporsi tubuh atau perbandingan besar kecilnya
anggota badan
  secara keseluruhan. Bentuk
tubuh anak dapat di golongkan dalam 3 bentuk yaitu :



  1. Bentuk
    tubuh endomorf  yang cenderung menjadi gemuk dan berat;

  2. Bentuk
    tubuh mesomorf  yang cenderung menjadi kekar dan berat;

  3. Bentuk
    tubuh ektomorf  yang cenderung kurus dan bertulang panjang.


Ketiga bentuk tubuh ini mulai tampak jelas pada saat anak mengakhiri masa anak akhir. Selain perkembangan ukuran tinggi dan
berat, serta proporsi tubuh, terjadi pula pertumbuhan tulang, gigi, otot, dan
lemak. Pertumbuhan tulang ( jumlah dan komposisi ) pada peserta didik usia
SD/MI cenderung lambat dibandingkan masa anak awal dan remaja. Pengerasan
tulang dari tulang rawan menjadi tulang keras berlangsung terus sampai akhir
masa remaja.





Sebagian peserta didik usia SD/MI berada
pada awal masa remaja yang dikenal dengan masa puber. Pada masa ini terjadi
perubahan fisik yang sangat pesat baik dalam ukuran tinggi dan berat badan,
maupun dalam proporsi tubuh, yang disebabkan oleh kematangan kelenjar dan
hormon yang berkaitan dengan pertumbuhan seksual.



2. Faktor
yang memengaruhi Perkembangan Fisik


Pertumbuhan fisik peserta didik usia SD/MI berlangsung lebih lambat dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan pada masa sebelumnya (masa bayi dan kanak-kanak awal ) dan sesudahnya ( Masa puber dan masa remaja). Pada masa anak akhir, pertumbuhan fisik relatif seimbang, meskipun masih tetap ada perbedaan individual setiap peserta didik. Banyak faktor yang mempengaruhi perkembangan fisik anak, baik secara umum maupun individual. Diantaranya
adalah sebagai berikut :


a. Pengaruh  keluarga, baik faktor keturunan maupun
lingkungan keluarga.



Faktor keturunan dapat membuat anak menjadi lebih gemuk daripada anak lainnya sehingga lebih berat tubuhnya. Orang-orang Amerika, Eropa dan Australia cenderung lebih tinggi dari pada orang dan anak Asia. Faktor lingkungan akan membantu menentukan tercapai tidaknya perwujudan potensi keturunan yang dibawa anak tersebut. Pada setiap tahap usia termasuk usia SD/MI, lingkungan lebih banyak pengaruhnya terhadap berat tubuh daripada tinggi tubuh.



b. Jenis
kelamin



Anak
laki-laki cenderung lebih tinggi dan lebih berat dibandingkan dengan anak
perempuan, kecuali pada usia 12-15 tahun, yang terjadi sebaliknya.
Kecenderungan ini terjadi karena bangun tulang dan otot pada anak laki-laki
memang berbeda dengan anak perempuan.


c. Gizi
dan Kesehatan



Anak
yang memperoleh gizi cukup biasanya lebih tinggi tubuhnya dan relatif lebih
cepat mencapai masa puber dibandingkan dengan yang memperoleh gizi kurang.
Demikian pula, anak yang sehat dan jarang sakit biasanya memiliki tubuh sehat
dan lebih berat dibandingkan dengan anak yang sering sakit.


d. Status
sosial ekonomi



Keadaan
status sosial Ekonomi mempengaruhi peran keluarga dalam memberikan makanan, gizi,
dan pemeliharaan kesehatan, serta kegiatan pekerjaan yang dilakukan oleh
anak-anak tersebut.


e. Gangguan
Emosional



Anak
yang sering terkena gangguan emosional akan menyebabkan terbentuknya steroid
adrenalin yang berlebihan. Hal ini menyebabkan berkurangnya hormon pertumbuhan
pada kelenjar pituitary, dan akibatnya anak mengalami keterlambatan
perkembangan/pertumbuhan memasuki masa puber.





Dalam
mempelajari perkembangan fisik peserta didik usia SD/MI, kita tidak sekedar
mengetahui pertumbuhan fisiknya
  saja,
tetapi lebih dari itu bagaimana pertumbuhan fisik mempengaruhi
perkembangan
  aspek lainnya secara
keseluruhan.





2.2 Perkembangan Keterampilan Motorik



Perkembangan motorik berarti perkembangan
pengendalian gerakan jasmani melalui kegiatan pusat syaraf, dan otot yang
terkoordinasi. Apabila tidak  ada
gangguan fisik atau lingkungan maupun hambatan mental yang mengganggu
perkembangan motorik, secara normal anak berusia 6 tahun akan siap menyesuaikan
diri dengan tuntunan sekolah dan berperan serta dalam kegiatan bermain dengan
teman sebayanya.





Perkembangan motorik tergantung pada kematangan otot
dan syaraf. Perkembangan motorik juga mengikuti pola atau hukum arah
perkembangan, yaitu urutan perkembangan mulai dari kepala, kemudian bagian
tubuh, dan anggota tubuh (tangan dan kaki).





Pola perkembangan motorik dapat diramalkan, yang
dimulai dari gerakan yang bersifat umum atau kasar menjadi gerakan yang semakin
spesifik dan halus. Misalnya, gerakan motorik yang membentuk landasan bagi
keterampilan tangan dan kaki tergantung pada kerampilan gerak yang dikuasai
sebelumnya.





Keterampilan motorik yang bekoordinasi yang baik dapat
dipelajari/dilatih dan berkembang menjadi kebiasaan. Sebenarnya, semasa anak
sangat ideal untuk mempelajari keterampilan motorik. Keterampilan gerakan
motorik pada umumnya dipelajari dengan berbagai cara. Pertama, uji coba (trial
and error). Apabila tidak ada bimbingan dan model untuk ditiru, anak melakukan
tindakan coba-coba secara acak. Kedua, meniru atau imitasi dengan cara
mengamati keterampilan gerak motorik suatu model (orang dewasa anak atau yang
lebih besar). Dan yang ketiga pelatihan terbimbing pada waktu mengamati model
yang memperlihatkan keterampilan gerakan motoriknya sehingga anak dapat
menirunya dengan tepat dan cepat.





Terdapat jumlah keterampilan gerakan motorik yang
umum pada masa anak usia sekolah. Pertama, keterampilan tangan, seperti
menggunakan alat-alat makan, serta menangkap dan melempar bola. Kedua,
keterampilan kaki seperti melompat, berlari, memanjat, dan mengendarai sepeda.
Dalam perkembangan
  motorik dapat terjadi
masalah biasanya berkenaan dengan:




  1. Keterlambatan  atau keterbelakangan kemampuan gerakan
    motorik yang dimiliki anak dan dibandingkan dengan
      anak usianya.

  2. Harapan yang tidak realistik dari orang
    dewasa akan keterampilan motorik  yang
    harus dikuasai anak, serta ketidaksanggupan mempelajari keterampilan gerakan
    motorik penting sehingga menghambat penyesuaian pribadi dan sosial anak.








2.3 Keterampilan Dasar pada Masa Anak Akhir


Hurlock (1991) mengemukakan empat keterampilan dasar berikut yang perlu dikuasai anak SD/MI pada masa anak akhir.



  1. Keterampilan
    menolong diri sendiri (self help),
    yang perlu dilatihkan agar anak dapat mencapai kemandiriannya. Termasuk dalam
    keterampilan ini ahli keterampilan makan, mandi,
      berpakaian dan merawat diri. Pada akhir masa
    anak akhir, anak diharapkan sudah mampu membantu dan merawat diri sendiri
    dengan tingkat keterampilan dan kecepatan seperti orang dewasa.

  2. Keterampilan
    menolong orang lain (sosial), yang diperlukan anak dapat oleh sekelompok
    sosialnya. Seperti, keluarga, sekolah dan lingkungan sekitarnya. Agar dapat
    diterima menjadi anggota yang kooperatif, anak 
    memerlukan keterampilan seperti menolong orang lain  dalam pekerjaaan rumah atau sekolah.

  3. Keterampilan
    bermain, yang diperlukan anak untuk belajar berbagai hal dan menikmati kegiatan
    kelompok dan menghibur diri sendiri. Di antara keterampilan  bermain yang perlu dipelajari anak ialah
    keterampilan berlari, bermain bola, menggambar, dan memanipusi alat permainan.

  4. Keterampilan
    bersekolah atau skolastik, yang diperlukan anak agar dapat mengikuti dan
    berprestasi dalam belajar sekolah. Pada tahun-tahun awal sekolah, sebagian kegiatan
    anak melibatkan keterampilan motorik halus seperti melukis, menggambar, menari,
    dan menyanyi. Semakin banyak dan baik keterampilan yang dimiliki anak, maka
    semakin baik pula penyesuaian sosial yang dilakukan, serta semakin baik pula
    prestasi sekolahnya, baik presentasi akademis maupun presentasi yang
    non-akademis.



2.4 Perkembangan Sosial



Pengertian dan proses sosialisasi



Perkembangan
sosial berarti perolehan kemampuan berprilaku yang sesuai dengan tuntunan
sosial (Hurlock, 1990). Tuntunan sosial pada perilaku sosial anak tergantung
dari perbedaan harapan dan tuntunan dari perbedaan harapan dan tuntunan
budaya  dalam masyarakat tempat anak
tumbuh kembang, serta usia dan tugas perkembangannya.





Pada
masyarakat pedesaan, anak usia 4-5 tahun tidak mesti masuk Taman Kanak-kanak.
Tetapi, budaya masyarakat kota menuntun anak usia tersebut bersekolah di TK.


Belajar
hidup bermasyarakat memerlukan sekurangnya tiga proses tersebut:




  1. Belajar  berperilaku yang dapat diterima secara
    sosial. Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
    perilaku dapat diterima dalam kelompok tersebut. Agar dapat diterima dalam
    kelompok, maka para anggota termasuk peserta didik usia SD/MI harus
    menyesuaikan perilakunya dengan standar kelompok tersebut.

  2. Memainkan
    peran sosial yang dapat diterima. Agar dapat diterima dalam kelompok selain
    dapat menyesuaikaan perilaku dengan standar kelompok, peserta didik juga
    dituntut untuk memainkan peran sosial dalam bentuk pola-pola kebiasaan yang
    telah disetujui bersama bagi orang tua dan anak, bagi peran bagi guru dan
    siswa.

  3. Perkembangan
    sikap sosial. Untuk dapat bergaul dalam masyarakat, peserta didik juga harus
    menyukai orang atau terlibat dalam aktivitas sosial tertentu. Jika anak dapat
    melakukanya dengan baik, maka ia dapat melakukan penyesuaian sosial yang baik
    dan diterima sebagai aanggota kelompok.


Kemampuan peserta didik melakukan sosialisasi, antara lain dipengaruhi oleh sejumlah faktor:



  1. Kesempatan
    dan waktu untuk sosialisasi, hidup dalam masyarakat membutuhkan kesempatan dan
    waktu lebih banyak untuk bergaul dengan orang-orang sekitarnya.

  2. Kemampuan
    berkomunikasi dengan kata-kata yang dapat dimengerti peserta didik bahkan orang
    dewasa lain. Peserta didik perlu menguasai kemampuan berbicara dengan topik
    yang dapat dipahami dan menarik bagi orang lain. pembicaraan yang bersifat
    sosial bukan pembicaraan yang egosentris.

  3. Motivasi
    peserta didik untuk mau belajar bersosialisasi. Motivasi bersosialisasi
    tergantung juga pada tingkat kepuasan yang dapat diberikan melakukan aktivitas
    sosial kepadanya.

  4. Metode
    belajar efektif dan bimbingan bersosialisasi. Dengan adanya metode belajar
    sosialisasi melalui kegitan bermain peran yang menirukan orang yang diidolakan,
    maka peserta didik cenderung mengikuti peran sosial tersebut. Akan menjadi
    lebih efisien dan belajar lebih cepat apabila ada bimbingan dan arahan dalam
    aktivitas belajar bergaul dan memilih teman.







Salah satu hal penting dalam perkembangan sosial adalah pentingnya pengalaman sosial awal bagi perkembangan dan perilaku sosial sekarang dan selanjutnya pada masa remaja dan dewasa. Anak yang lebih memilih berinteraksi dengan manusia akan mengembangkan keterampilan sosial yang lebih dari pada anak yang bermain sendiri dengan benda dan alat permainannya.





Sikap positif terhadap
diri sendiri lebih sering dijumpai pada orang yang berpengalaman sosial awal
menyenangkan. Perkembangan sosial sebenarnya sudah dimulai
  sejak anak dilahirkan. Sosialisasi pada bayi
dan anak kecil antara lain dengan meniru ekspresi orang di sekitarnya, rasa
takut dan malu terhadap orang lain yang tidak/kurang dikenal,
kelekatan/ketergantungan pada orang yang sangat dekat ( ibu, pengasuh, anggota
keluarga yang lain), mencari perhatian, menerima atau melawan otoritas tuntunan
orang tua/dewasa, persaingan, kerja sama atau bertengkar dengan teman sebaya, egosentris
atau bersimpati dan empati terhadap orang di sekitarnya.





Selanjutnya
perkembangan sosial pada masa puber kadang sudah dialami oleh peserta didik di
SD kelas 5 atau 6. Pada masa ini perkembangan sosial terganggu karena terjadi
perubahan fisik seksual yang sangat pesat, sehingga anak cenderung menarik
diri, kurang dapat berinteraksi dan bersoaialisasi dengan orang lain.



2. Peranan Kelompok dan Pemainan



Pada masa anak akhir, Kelompok/geng anak memegang peran penting dalam perkembangan sosial. Kesadaran sosial berkembang pesat, anak membutuhkan teman-teman sebaya untuk melakukan berbagai aktivitas dalam kehidupannya. Kelompok bermain yang pada masa anak awal berbentuk secara spontan, Informal dan sementara, tergantung pada kegiatan bermain, biasanya hanya terdiri dari 2-3 anak saja.





Pengaruh kelompok terhadap sosialisasi
anak
dilakukan dalam hal:




  1. Membantu anak bergaul dengan teman
    sebaya dan berperilaku yang dapat diterima secara sosial dalam kelompoknya

  2. Membantu anak mengembangkan kesadaran
    rasional dan skala nilai untuk melengkapi atau mengganti nilai orang tua yang
    sebelumnya cenderung diterima anak sebagai “kata hati” yang otoriter

  3. Mempelajari sikap sosial yang pantas
    melalui pengalamannya dalam menyukai orang dan cara menikmati kehidupan serta
    aktivitas kelompok

  4. Membantu kemandirian anak dengan cara
    memberikan kepuasan emosional melalui persahabatan dan teman-teman sebaya.




Peserta didik usia SD/MI membutuhkan penerimaan dalam kelompok dan melakukan segala sesuatu untuk menghindari penolakan kelompok dengan cara memiliki keterampilan yang dibutuhkan untuk melakukan aktivitas bermain yang sesuai dengan minat dan keinginan kelompok.





Permainan
atau bermain, merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mendapatkan kesenangan,
tanpa mempertimbangkan hasil akhir, dilakukan dengan sukarela tanpa ada
paksaaan atau tekanan dari luar apalagi kewajiban. Melalui kegiatan bermain dan
permainan, selain mendapatkan kegembiraan, anak juga belajar sesuatu.





Permainan
atau bermain setidaknya memiliki empat manfaat. Pertama, latihan fungsi, guna
melatih fungsi motorik kasar melalui permainan kejar-kejaran dan permainan
dengan bola besar. Melalui permainan puzzle anak selain berlatih motorik halus juga
berlatih fungsi kognitif menghubungkan potongan gambar dengan benar. Kedua,
sarana sosialisasi terutama bermain dalam kelompok, anak belajar bekerja sama
dengan teman lain, dan saling pinjam meminjami alat permainan. Ketiga, mengukur
kemampuan terutama untuk permainan yang dilombakan seperti perlombaan lari
cepat, dan permainan olah raga. Kempat, menempa emosi/sikap melalui kegiatan
untuk mentaati aturan permainan,dan bersikap sportif.





Mengingat
pentingnya permainan bagi perkembangan anak, maka ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan oleh guru atau orang dewasa
lainnya. Yaitu:



  1. Sebaiknya tidak mengganggu anak yang
    sedang asyik bermain.

  2. Memberi kesempatan dan ruang bermain
    yang cukup kepada anak.

  3. Memilihkan alat permainan yang memungkinkan
    anak menjadi kreatif.

  4. Mendampingi dan membimbing anak ketika
    bermain.

  5. Menjaga keseimbangan aktivitas bermain
    dengan istirahat, makan dan belajar.



3. Penyesuaian Sosial



Anak yang dapat
menyesuaikan diri dengan baik mempelajari dengan berbagai macam keterampilan
sosial seperti kemampuan untuk menjalin hubungan dengan orang lain (teman, orang
yang tidak/baru kenal) dan menolong orang lain sehingga menjadi anak yang
disenangi.


Terdapat beberapa kriteria penyesuaian
sosial
yang baik.




  1. Tampilan
    nyata, dimana perilaku sosial anak sesuai dengan standar kelompok dan memenuhi
    harapan kelompok sehingga diterima menjadi anggota kelompok.

  2. Penyesuaian
    diri terhadap berbagai kelompok, dimana anak dapat menyesuaikan diri bukan hanya
    dalam kelompoknya sendiri, tetapi juga dengan kelompok lain.

  3. Sikap
    sosial, dimana anak menunjukkan sikap yang 
    menyenangkan terhadap orang  lain,
    serta ikut berpartisipasi dan berperan dalam kelompok, baik sebgai pemimpin
    maupun anggota kelompok.








2.5 Perkembangan Emosi



Pengertian Emosi


Dalam kehidupan sehari-hari, emosi sering diistilahkan dengan perasaan. Misalnya, seorang siswa mengatakan hari ini ia merasa senang karena dapat mengerjakan semua pekerjaan rumah (PR) dengan baik. Siswa lain mengatakan bahwa ia takut menghadapi ujian. Senang dan takut berkenalan dengan perasaan, kendati dengan makna yang berbeda. Senang termasuk perasaan senang, sedangkan takut termasuk emosi.





Perasaan
timbul karena ada rangsangan dari luar, bersifat subjektif dan temporer.
Misalnya, sesuatu yang dirasakan indah oleh seseorang pada waktu melihat suatu
lukisan, mungkin tidak indah baginya beberapa tahun yang lalu, dan tidak indah
bagi orang
  lain.





Ada
juga perasaan yang bersifat menetap menjadi sesuatu kebiasaan dan membentuk
adat istiadat. Misalnya, orang Padang senang makan pedas, orang Sunda senang
makan sayur/ lalapan sambal.





Simpati
dan empati merupakan bentuk perasaan yang cukup penting dalam kehidupan
bersosialisasi dengan orang lain. Simpati adalah suatu kecenderungan untuk
senang
  atau tertarik kepada seseorang.
Empati adalah suatu kondisi perasaan jika seseorang berada dalam situasi orang
lain. biasanya kita rasakan saat melihat film atau sinetron dramatis.





Minimal
ada empat ciri emosi yaitu:



  1. Pengalaman
    emosional bersifat pribadi/subjektif, ada perbedaan pengalaman antara individu
    yang satu dengan yang lainnya.

  2. Ada
    perubahan secara fisik (jika marah jantung berdetak lebih cepat).

  3. Diekspresikan
    dalam perilaku seperti takut, marah, sedih dan bahagia.

  4. Sebagai
    motif, yaitu tenaga yang mendorong seseorang melakukan kegiatan, misalnya orang
    yang sedang marah mempunyai tenaga dan dorongan untuk memukul atau merusak
    barang




Emosi anak seringkali berbeda dengan emosi remaja dan orang dewasa. Ciri khas penampilan atau ekspresi emosi
anak
antara lain:



  1. Reaksi emosional kuat terhadap situasi
    yang sederhana/remeh maupun yang serius, namun dapat berubah dengan bertambahnya
    usia anak.

  2. Seringkali tampak dalam bentuk ekspresi
    fisik dan gejala. Misalnya, perubahan roman muka, dan gerakan tubuh, dan ada
    juga anak yang menjadi gelisah, melamun, dan menggigit  kuku.

  3. Bersifat sementara, kalau sedih anak
    menangis tapi setelah itu cepat berhenti bila perhatiannya dialihkan.

  4. Reaksi emosi mencerminkan individualitas
    anak. Misalnya, jika anak ketakutan, menjerit, lari dan bersembunyi
    dibalik  seseorang.



2. Macam Emosi


Emosi dan perasaan yang umumnya pada peserta didik usia SD/MI adalah rasa takut, khawatir/cemas, marah cemburu, merasa bersalah dan sedih, ingin tahu, gembira/senang, cinta dan kasih sayang.





Terjadi
variasi rasa takut pada anak yang dipengaruhi oleh tingkat intelegensi, jenis
kelamin, status sosial ekonomi, kondisi fisik, hubungan sosial, urutan
kelahiran, dan keperibadian anak (introvert atau ekstrovert). Rasa takut pada
anak biasanya berkaitan dengan rasa malu yang merupakan bentuk penarikan diri
anak dari hubungan dengan orang lain, juga dengan rasa canggung dan ragu
apabila ada orang yang tidak dikenal atau orang yang dikenal dengan penampilan
tidak seperti biasanya.





Anak
menyelubungi perasaan takut, khawatir, dan cemas dengan berperilaku tidak
sebagaimana biasanya, seperti makan berlebihan, menonton televisi secara
berlebihan, dan menyalahkan orang lain. Tingkat kekhawatiran dan kecemasan
tergantung pada kemampuan anak dalam mengelola ancaman yang dibayangkan akan
terjadi.





Rasa
marah merupakan suatu perasan yang dihayati oleh anak yang cenderung bersifat
menyerang. Rangsangan yang bisa menimbulkan kemarahan anak adalah rintangan
(dari orang lain ataupun ketidakmampuan dirinya) terhadap gerak yang di
inginkan anak, juga rintangan terhadap keinginan, rencana dan niat yang ingin
dilakukan serta sejumlah kejengkelan yang tertumpuk.





Reaksi
anak terhadap kemarahan dapat digolongkan menjadi dua yaitu :



  1. Reaksi
    infulsif biasanya disebut juga agresi, berupa reksi fisik maupun kata-kata yang
    ditunjukan kepada orang lain, binatang, maupun benda. Ledakan kemarahan pada
    anak kecil disebut “ temper tantrum” dengan cara memukul, menggigit, meludah,
    dan menyepak.

  2. Kemarahan
    yang ditekan dengan cara menyalahkan diri sendiri, atau mengancam untuk
    melarikan diri, juga bersikap apatis/masa bodoh.


Rasa bersalah dan sedih berkenaan dengan kegagalan atau kesalahan melaakukan sesuatu perbuatan yang bertentangan dengan norma yang berlaku. Perasaan ini merupakan salah satu emosi yang tidak menyenangkan. Oleh karena itu, orang dewasa berusaha agar anak-anak terhindar atau sedikit mungkin mengalami kesedihan karena dianggap dapat merusak kebahagiaan anak.





Reaksi
kegembiran anak diekspresikan dari sekedar senyum sampai tertawa gembira sambil
mengerakkan tubuh, dan bertepuk tangan.





Cemburu
adalah reaksi normal terhadap kehilangan kasih sayang yang nyata dan adanya
ancaman kehilangan kasih sayang. Rasa cemburu biasanya hilang apabila anak
dapat menyesuaikan diri dengan baik di sekolah, dan dapat muncul kembali
apabila guru membandingkan dengan anak atau teman lain. reaksi langsung rasa
cemburu diekspresikan dengan perilaku perlawanan agresif seperti memukul,
mendorong dan berusaha mencelakai orang yang dianggap saingannya.





Reaksi
tidak langsung terhadap cemburu di tunjukkan dengan sikap kekanakan atau
infantil, seperti mengisap jempol, ngompol, dan ngambek, untuk mendapat perhatian
dari orang tua atau guru.





Anak
usia SD/ MI akan bergerak ke sumbernya dan mempunyai minat terhadap segala
sesuatu di lingkungannya, termasuk dirinya sendiri. Semakin anak besar,
aktivitas bertanya digantikan dengan membaca, dan melakukan eksperimen untuk
memuaskan rasa ingin tahunya.






3. Manfaat mempelajari perkembangan emosi anak


Emosi memang peranan penting dalam kehidupan dan kebahagiaan anak. Oleh karena itu, untuk mempelajari emosi anak biasanya dilakukan melalui pengamatan terhadap ekspresi yang jelas tampak, terutama ekspresi wajah dan tindakan yang berkaitan dengan berbagai emosi.





Manfaat
ataupun kerugian bagi penyesuaian pribadi dan sosial dapat bersifat fisik
dan/atau psikis sebagai berikut (Hurlock, 1990).



  1. Emosi
    menambah rasa nikmat bagi pengalaman sehari-hari. Kenikmatan tersebut terutama
    ditimbulkan oleh akibatnya yang menyenangkan.

  2. Emosi
    menyiapkan tubuh untuk melakukan tindakan. Emosi yang semakin kuat akan semakin
    menggoncangkan keseimbangan tubuh untuk persiapan bertindak.

  3. Ketegangan
    emosi dapat mengganggu keterampilan motorik. Persiapan tubuh untuk bertindak
    ternyata menimbulkan gangguan pada keterampilan motorik sehingga anak menjadi
    canggung dan dapat menyebabkan timbulnya gangguan bicara, seperti bicara tidak
    jelas dan gagap

  4. Emosi
    merupakan suatu bentuk komunikasi, yang dilakukan melalui perubahan mimik wajah
    dan fisik yang menyertai emosi. Anak dapat mengkomunikasikan perasaan mereka
    kepada orang lain dan mengenal berbagai jenis perasaan orang lain

  5. Emosi
    dapat mengganggu aktivitas mental. Aktivitas mental seperti konsentrasi
    mengingat dan penalaran, sangat mudah dipengaruhi oleh emosi yang kuat.

  6. Emosi
    merupakan sumber penilaian diri dan sosial. Cara orang dewasa menilai ekspresi
    emosi anak akan menjadi dasar bagi anak dalam menyesuaikan dirinya.

  7. Emosi
    mewarnai anak memandang kehidupan. Peran dan posisi anak dalam kelompok
    sosialnya dipengaruhi oleh emosi yang ada pada anak, seperti malu, takut,
    agresif, ingin tahu, dan bahagia.

  8. Emosi,
    baik yang menyenangkan maupun yang tidak menyenangkan, mempengaruhi interaksi
    sosial. Melalui emosi, anak belajar mengubah perilakunya agar dapat
    menyesuaikan diri dengan tuntunan dan harapan sosial.

  9. Emosi
    memperlihatkan kesannya pada ekspresi wajah. Emosi yang menyenangkan akan
    mempercantik wajah anak, sedangkan emosi yang tidak menyenangkan akan
    menyeramkan wajah dan menyebabkan anak jadi kurang menarik. Umumnya kemenarikan
    seseorang dipengaruhi oleh ekspresi wajahnya.

  10. Emosi
    mempengaruhi suasana psikologis, baik di rumah, di sekolah, atau dikelompok
    bermainnya. Misalnya, anak yang gagal dalam melakukan tugas, merasa kesal
    sehingga mengubah suasana psikologis menjadi kemarahan, dan anak merasa tidak
    dicintai dan ditolak.

  11. Reaksi
    emosional apabila diulang-ulang akan berkembang menjadi kebiasaan. Jika anak
    menjumpai reaksi sosial yang tidak menyenangkan, maka anak akan mendapatkan
    kesukaran untuk mengubah kebiasaan.



4. Faktor yang mempengaruhi Perkembangan Emosi


Beberapa faktor atau kondisi yang mempengaruhi perkembangan emosi anak, diantaranya sebagai berikut:



  1. Dengan
    bertambahnya usia anak, maka semua bentuk emosi pada anak diekspresikan secara
    lebih lunak, tidak meledak-ledak.

  2. Kondisi
    fisik anak dan taraf kemampuan intelektualnya, serta kondisi lingkungan.

  3. Keberhasilan
    emosi yang memenuhi kebutuhan anak. Jika ledakan marah berhasil memenuhi
    kebutuhan anak akan perhatian dan memberikan apa yang diinginkan anak, maka
    anak tidak hanya akan terus menggunakan perilaku tersebut untuk mencapai tujuan
    dan akan menambah intensitas ledakan marah.

  4. Kelompok
    akan mempengaruhi ekspresi. Misalnya, anak laki-laki lebih sering
    mengekspresikan marah daripada anak perempuan. Rasa cemburu juga lebih kuat di
    kalangan anak pertama di bandingkan dengan anak yang lahir kemudian dari
    keluarga yang sama.

  5. Cara
    mendidik anak turut menentukan perkembangan emosi anak. Orang tua atau guru
    yang mendidik dengan cara otoriter mendorong timbulnya rasa cemas dan takut,
    sedangkan cara mendidik yang demokratis mendorong berkembangna semangat dan
    rasa kasih sayang.

  6. Kematangan
    yang disebabkan perkembangan intelektual mengakibatkan anak lebih memahami
    berbagai hal sehingga anak lebih reaktif terhadap rangsangan.

  7. Pengalaman
    belajar anak juga turut mnenyebabkan pola perkembangan emosinya, dengan cara
    menentukan reaksi potensial yang akan di gunakan anak untuk merespon rangsangan
    emosional tertentu.



5. Kecerdasan emosional


Terdapat berbagai cara untuk mengendalikan lingkungan dan pengalaman belajar emosi, baik utuk memperkuat pola reaksi emosi yang diinginkan, atau menghilangkan pola reaksi yang tidak diinginkan.


Perkembangan
emosi dapat dipelajari antara lain dengan cara atau metode berikut :



  1. Anak
    mencoba-coba dalam  mengekspresikan
    emosinya dalam bentuk perilaku yang dapat diterima. Belajar dengan cara meniru
    (imitasi) dilakukan melalui pengamatan yang membangkitkan emosi tertentu pada
    orang lain.

  2. Belajar
    dengan cara mempersamakan diri (identifikasi) dengan orang lain yang dikagumi
    atau mempunyai ikatan emosional dengan anak lebih kuat dibandingkan dengan
    motivasi untuk meniru sembarang orang.

  3. Belajar
    melalui mengkondisikan berarti belajar perkembangan emosi dengan cara asosiasi
    atau menghubungkan antara stimulus (rangsangan) dengan respon (reaksi).

  4.  Belajar
    melalui pelatihan (training) dibawah bimbingan dan pengawasan guru atau orang
    tua.


Pada diri setiap individu, termasuk peserta didik usia SD/MI, ada emosi dominan yaitu satu atau beberapa emosi yang menimbulkan pengaruh terkuat terhadap perilaku seseorang dan mempengaruhi kepribadian anak, khususnya dalam penyesuaian pribadi dan sosial.



DAFTAR PUSTAKA



Hurlock,
E.B. 1990. Perkembangan  Anak , Jilid 1 dan 2. Alihbahasa
Meitasari 
Tjandrasa dan Muslichah Zarkasih.
Jakarta: Erlangga.



Swmiawan,
C.R. 1999. Perkembangan dan Belajar
Peserta Didik.
Jakarta: 
Dapartemen Pendidikan Nasional,
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, 
Proyek Pendidikan Guru Sekolah Dasar.


Simandjuntak,
B. dan Pasaribu, I.L.1984.
Pengantar
Psikologi Perkembangan. 
Bandung:
Tarsito.


Sinolungan,
R.E. 1997.
Psikologi Perkembangan Peserta
Didik.
Jakarta: Gunung Agung


Sukmadinata,
N.S. 2003.
Landasan Psikologi Proses
Pendidikan.
Bandung: Rosdakarya







Terima Kasih atas kunjungan anda,
jangan lupa tinggalkan jejak dengan memberikan komentar atas postingan ini...






Previous Post Next Post