Perkembangan teknologi dan media sosial telah membawa perubahan signifikan dalam cara anak-anak berinteraksi dan bermain. Salah satu tren terkini yang sedang populer di platform TikTok adalah permainan 'roleplay'. Namun, permainan ini juga menimbulkan keprihatinan terkait pengaruhnya terhadap tumbuh kembang anak dan potensi gangguan kejiwaan yang dapat muncul akibat adanya permainan peran yang berbau dewasa.
Roleplay, singkatan dari role player, adalah permainan di mana pengguna dapat berperan sebagai karakter fiksi atau fantasi, meniru identitas atau idola yang mereka pilih. Dalam permainan ini, pengguna TikTok berperan seolah-olah mereka adalah karakter di acara TV, film, buku, atau selebriti yang mereka sukai. Mereka berakting dengan menyesuaikan gaya bicara, perilaku, dan aktivitas sehari-hari sesuai dengan karakter yang mereka perankan.
Pengguna roleplayer di TikTok terlibat dalam interaksi melalui mengikuti akun satu sama lain dan berbagi roleplay melalui konten video dengan latar belakang dialog, penampilan sesuai karakter, serta memanfaatkan fitur-fitur seperti musik dan efek TikTok yang ada.
Beberapa genre roleplay yang paling populer saat ini adalah genre Korea dan genre Barat. Kedua genre ini memiliki karakteristik yang berbeda, seperti penyanyi, aktor, boyband, dan girlband.
Sayangnya, dalam pencarian roleplay di TikTok, terdapat juga adegan-adegan berhubungan dewasa yang terekspos. Hal ini menjadi perhatian khusus mengingat adanya pengguna TikTok yang masih berusia anak-anak.
Retno Listyarti, mantan Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) bidang pendidikan/Satuan Tugas Pengungsi Luar Negeri Indonesia, menggarisbawahi kurangnya peran orangtua dalam mengawasi aktivitas media sosial anak-anak mereka. Dalam era digital seperti sekarang, permainan seperti roleplay sulit dihindari oleh anak-anak, terutama karena ketertarikan mereka dalam meniru apa yang mereka lihat di media.
"Anak-anak sedang dalam proses tumbuh kembang mereka. Mereka bukan versi mini dari orang dewasa, jadi mereka belum sepenuhnya memahami risiko, mereka mudah terpengaruh, dan cenderung meniru apa yang mereka lihat," jelas seorang pemerhati anak.
Penting bagi orangtua untuk berdialog dengan anak-anak mereka tentang apa itu roleplay, batasannya, dan apa yang boleh dimainkan. Larangan saja tidak cukup, tetapi harus disertai dengan pemahaman mengenai dampak dan risiko yang dapat timbul ketika permainan roleplay terus-menerus dimainkan di TikTok.
Edukasi kepada anak-anak tentang penggunaan yang bijak dan pemahaman mengenai konsekuensi dari permainan roleplay yang tidak tepat dapat membantu mereka memahami batas yang harus dijaga. Orangtua perlu memberikan pemahaman yang jelas mengenai apa yang dapat diperankan dalam roleplay dan apa yang tidak pantas.
Selain itu, orangtua juga perlu mengambil peran aktif dalam mengawasi aktivitas anak di media sosial, termasuk TikTok. Menggunakan fitur pengaturan privasi dan pembatasan usia yang disediakan oleh platform tersebut dapat membantu mengontrol paparan anak terhadap konten yang tidak sesuai.
Penting juga bagi orangtua untuk membuka dialog dengan anak-anak mereka secara terbuka dan memahami alasan di balik larangan atau pembatasan yang diberikan. Edukasi yang terus-menerus mengenai risiko dan konsekuensi dari tindakan yang tidak pantas dalam roleplay dapat membantu anak-anak memahami pentingnya bermain secara aman dan bertanggung jawab di dunia digital.
Selain peran orangtua, peran sekolah dan pendidik juga sangat penting dalam memberikan pemahaman kepada anak-anak mengenai penggunaan media sosial yang sehat dan bertanggung jawab. Sekolah dapat menyelenggarakan program edukasi tentang kesadaran digital, etika online, dan penggunaan yang bijak terhadap platform media sosial.
Dalam menghadapi tren roleplay di TikTok, penting bagi semua pihak terkait untuk bekerja sama dalam menyadarkan pentingnya pengawasan dan edukasi yang tepat terhadap anak-anak. Dengan pemahaman yang baik dan pengawasan yang cermat, permainan roleplay di TikTok dapat menjadi aktivitas yang menghibur dan kreatif bagi anak-anak tanpa membahayakan tumbuh kembang dan kesejahteraan mereka.
Sumber: detikHealth