Abstract:
This
study aims to describe the implementation and improvement the result of teacher activities, student
activities and student learning outcomes through a combination model of Problem
Based Learning, Methods Demonstration and Numbered Heads Together on the
material of the Environmental Change and Its Influence. This type of research
is the Classroom Action Research (PTK). The
subject of this research were students of fourth grade
in SDN Amawang Kiri Muka Kandangan at the academic year 2015/2016. The result
of this research is the application of a combination model of Problem Based
Learning, Methods Demonstration and Numbered Heads Together can increase the
activity of teachers, student activities, and student learning outcomes at
fourth grade students on Environmental
Change and Its Influence. The steps of learning can be explained as follows:
(1) students orientation on the problem,
(2) Presents a glimpse of the material being studied, (3) The division of an
organized group and heterogeneous, (4) Provide
sheet problems that must be done in a group of student, (5 ) Designate
one of student to demonstrate according to the scenario, (6) to lead the
students to investigate, motivate and facilitate each group, (7) Guiding
students to share duties with his friend, (8) Teacher called one of the numbers
at random, (9) Teachers give a question to the student who called his number,
(10) Help to analyze the thinking of students.
Penelitian ini bertujuan untuk mendiskripsikan pelaksanaan dan
peningkatan hasil aktivitas guru, aktivitas siswa dan hasil belajar siswa
melalui kombinasi model Problem Based
Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered
Heads Together pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Jenis
penelitian ini adalah Penelitian Tindakan Kelas (PTK). Subyek penelitian ini
adalah siswa kelas IV SDN Amawang Kiri Muka tahun ajaran 2015/2016 semester 2.
Hasil penelitian ini adalah penerapan kombinasi model Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dapat
meningkatkan aktivitas guru, aktivitas siswa, dan hasil belajar siswa kelas IV
SDN Amawang Kiri Muka pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya. Adapun langkah
pembelajarannya dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Orientasi siswa pada
masalah, (2) Menyajikan gambaran sekilas materi yang dipelajari, (3) Pembagian
kelompok terorganisir dan heterogen, (4) Mengajukan lembar Permasalahan yang
harus dikerjakan siswa dalam kelompok, (5) Menunjuk salah seorang siswa untuk
mendemonstrasikan sesuai skenario, (6) Membimbing siswa melakukan penyelidikan,
memotivasi dan memfasilitasi tiap kelompok, (7) Membimbing siswa berbagi tugas
dengan temannya, (8) Guru memanggil salah satu nomor secara acak, (9) Guru
mengajukan pertanyaan kepada siswa yang dipanggil nomornya, (10) Membantu
menganalisis proses berpikir siswa.
Salah satu insting
manusia adalah selalu cenderung
ingin mengetahui segala
sesuatu disekelilingnya yang
belum diketahuinya. Berawal dari
rasa ingin tahu
maka timbullah ilmu
pengetahuan. Tampaklah bahwa manusia itu sangat membutuhkan pendidikan.
Karena melalui pendidikan manusia dapat
mempunyai kemampuan-kemampuan mengatur
dan mengontrol serta menentukan
dirinya sendiri. Melalui
pendidikan pula perkembangan
kepribadian manusia dapat diarahkan kepada yang lebih baik.
Mengingat pentingnya peran pendidikan di dalam kehidupan saat ini,
tentu kita harus menyoroti secara mendalam jenjang demi jenjang pendidikan yang
akan dikenyam oleh para generasi penerus. Pendidikan di Indonesia terdiri atas
beberapa jenjang yakni Pendidikan Dasar, Pendidikan Menengah dan Pendidikan
Tinggi. Pengaruh pendidikan di
SD terhadap pendidikan pada jenjang berikutnya juga pernah disinggung oleh
teorites pendidikan Stoops dan Johnson (1967). Pendidikan
di SD merupakan dasar dari semua pendidikan. Keberhasilan anak didik mengikuti
pendidikan di sekolah menengah dan perguruan tinggi sangat ditentukan oleh
keberhasilannya mengikuti pendidikan di SD. Pendidikan dasar merupakan jenjang
pendidikan yang melandasi jenjang pendidikan menengah (UU Sisdiknas No.20 Tahun
2003, pasal 17 ayat 1).
Betapa
pentingnya memahami konsep
bagi kita dan anak pada khususnya,
tidak terkecuali penguasaan
konsep-konsep IPA untuk kelangsungan hidup manusia
dan kemanusiaan. Pembelajaran
IPA di SD diharapkan menjadi
wahana bagi peserta
didik untuk mempelajari diri
sendiri dan alam
sekitar, serta proses
pengembangan lebih lanjut dalam menerapkannya didalam kehidupan
sehari-hari sehingga menuntut guru
menciptakan interaksi dan
komunikasi dalam penyajian
materi pelajaran hingga tercapainya tujuan instruksional yang
ditetapkan. Guru mempunyai
kewajiban untuk memilih dan menetapkan model, metode, alat peraga,
dan media yang relevan dengan tujuan
instruksional pembelajaran.
Chamisijatin
seperti dikutip oleh Risani (2013:3) menyebutkan ciri pembelajaran
IPA yang seperti
itu menekankan pada pemberian pengalaman
langsung untuk mengembangkan
kompetensi agar siswa menjelajahi
dan memahami alam
sekitar secara ilmiah.
Selain itu, IPA juga
diperlukan dalam kehidupan
sehari-hari untuk memenuhi kebutuhan manusia
melalui pemecahan masalah
yang dihadapinya. Penerapan IPA
perlu dilaksanakan secara bijaksana agar tidak berdampak buruk terhadap
lingkungan.
Tujuan
pengajaran Ilmu Pengetahuan Alam (IPA) Sekolah Dasar antara lain agar
siswa memiliki keterampilan
proses untuk mengembangkan pengetahuan dan
gagasan tentang alam sekitar. Untuk
itu, pendekatan pembelajaran IPA
itu dipandang sebagai
pengetahuan dan proses
kegiatan, antara lain melakukan
percobaan membuat dugaan,
membuat simbol, membuat model,
menemukan pola, menafsirkan,
membuktikan, menggeneralisasikan,
mengambil keputusan dan
mengkomunikasikan (Wasih, 2011:2).
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Susanto (2013:167) bahwa pembelajaran IPA
adalah pembelajaran dalam memahami alam sekitar melalui pengamatan yang tepat
pada sasaran, serta menggunakan prosedur yang dijelaskan pada
penalaran-penalaran sehingga mendapatkan suatu kesimpulan. Pembelajaran IPA di
sekolah dasar diharapkan dapat menumbuhkan sikap ilmiah seseorang. Sikap ilmiah
itu dapat dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan siswa pada saat melakukan
diskusi, percobaan, simulasi dan kegiatan proyek lapangan.
Berdasarkan data pencapaian
tiga tahun terakhir yaitu 2012/2013, 2013/2014, dan 2014/2015 pada materi
perubahan lingkungan dan pengaruhnya didapatkan data bahwa memang terjadi
permasalahan belajar yaitu rendahnya hasil belajar yang didapatkan siswa.
Rata-rata hampir setengah dari jumlah siswa yang tidak tuntas hasil belajarnya.
Dibuktikan dengan adanya data pada tahun 2012/2013 yang menunjukkan bahwa dari
25 orang siswa dengan KKM 60, hanya 52% yang memiliki ketuntasan hasil belajar
dan 48% siswa yang tidak tuntas. Pada tahun 2013/2014 menunjukkan bahwa 45,16%
siswa yang tidak tuntas, sedangkan siswa yang tuntas hanya 54,8% dari 31 orang
siswa. Dan pada tahun 2014/2015 menunjukkan bahwa dari 20 orang siswa dari KKM
yang sama dengan tahun sebelumnya yaitu 65 hanya 55% yang memiliki ketuntasan
belajar sedangkan 45% siswa belum tuntas. Data-data tersebut tercatat dalam
proses belajar mengajar IPA pada kelas IV SDN Amawang Kiri Muka materi perubahan
lingkungan dan pengaruhnya.
Dari hasil observasi penelitian tersebut dapat diketahui faktor penyebab
rendahnya hasil belajar siswa kelas IV SDN Amawang Kiri
Muka Kecamatan Kandangan Kabupaten Hulu Sungai Selatan tentang materi konsep perubahan lingkungan dan pengaruhnya, dikarenakan setiap
pertemuan di dalam proses pembelajaran dilaksanakan tanpa melalui variasi
ataupun penggunaan model pembelajaran yang dapat menambah antusias siswa.
Proses pembelajaran seperti ini tentu akan menghambat kreativitas, antusias dan
potensi keaktifan di dalam diri siswa yang tentunya akan berdampak pada
pembelajaran yang kurang bermakna, siswa yang kurang aktif dalam proses
pembelajaran, siswa cepat bosan dan tentunya pembelajaran tidak berjalan
maksimal sesuai dengan harapan. Siswa
cenderung hanya mampu
menghafal materi yang
disampaikan tetapi belum mampu
memahami konsep secara
keseluruhan. Hal ini menggambarkan efektifitas proses
pembelajaran dalam kelas
masih rendah dan
tujuan pembelajaran belum tercapai.
Berdasarkan
uraian di atas dianggap perlu untuk melakukan suatu tindakan nyata oleh guru
dalam mengatasi permasalahan pada anak didiknya tersebut. Penggunaan model
pembelajaran yang sesuai adalah jawabannya, seorang guru yang baik adalah
ketika guru tersebut dapat menerapkan tindakan nyata berupa model pembelajaran
yang sesuai dengan masalah yang dihadapi agar efektivitas pembelajaran
matematika akan belajar dengan baik dan berkualitas.
Kualitas pengajaran
atau tingkat kejelasan
pengajaran dalam memilih strategi yang digunakan merupakan
salah satu faktor dalam tingkat keberhasilan untuk memecahkan
masalah siswa. Alternatif
strategi pembelajaran IPA yang dapat dilakukan oleh guru adalah
dengan menerapkan model pembelajaran yang
tepat bagi siswa.
Untuk mempersiapkan siswa
dimasa mendatang perlu model
yang mengaitkan pembelajaran
dengan masalah yang
dihadapi siswa sehari-hari. Model
pembelajaran yang dapat
digunakan adalah kombinasi model Problem
Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered
Heads Together.
Model Problem Based Learning
(PBL) sangat potensial untuk melatih peserta didik berpikir kritis dalam
menghadapi berbagai masalah dan dapat memberikan kondisi belajar aktif kepada
siswa. Model pemecahan
masalah merupakan teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami isi pelajaran,
pemecahan masalah juga dapat
menantang kemampuan siswa serta memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan
baru bagi siswa. Selain itu, pemecahan
masalah dapat meningkatkan aktivitas pembelajaran siswa. Selain model Problem
Based Learning peneliti juga menggunakan metode Demonstrasi. Metode demonstrasi
ini bertujuan untuk memperjelas konsep dan proses terjadinya suatu proses
karena siswa melihat sendiri proses tersebut. Dengan melihat sendiri suatu
proses, kesan siswa terhadap suatu materi pembelajaran diharapkan lebih
mendalam. Karena dalam mata pelajaran IPA selalu ada kegiatan
percobaan yang bisa didemonstrasikan siswa. Peneliti berharap melalui
demonstrasi ini dapat menambah pemahaman siswa. Agar siswa tidak merasa bosan
dan pembelajaran menjadi menyenangkan maka peneliti menambahkan model Numbered Heads Together.
Peneliti merasa tertarik untuk mengatasi masalah tersebut dengan
mengangkat judul “Meningkatkan Hasil Belajar
Siswa pada Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya Menggunakan Kombinasi Model
Problem Based Learning, Metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together di
Kelas IV SDN Amawang Kiri Muka Kandangan”.
METODE
Pendekatan
penelitian yang digunakan yaitu pendekatan kualitatif.. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang berdasarkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis
atau lisan dari orang-orang atau perilaku yang diamati, pengumpulan datanya
dilakukan secara gabungan, bersifat induktif, dan hasil penelitian lebih
menekankan makna.
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian tindakan kelas. Istilah
dalam bahasa Inggris adalah Classroom
Action Research (CAR). Penelitian tindakan kelas adalah
proses pengkajian masalah pembelajaran dalam kelas menggunakan aturan
metodologi tertentu yang bertujuan untuk memperbaiki dan atau meningkatkan
kualitas pembelajaran di dalam kelas. Sanjaya (2009:44) mengatakan arti PTK itu sendiri
adalah “proses pengkajian masalah pembelajaran di dalam kelas melalui refleksi dari
dalam upaya untuk memecahkan masalah tersebut”.
Jenis data yang
disajikan dalam penelitian ini adalah data kualitatif data kuantitatif yang
terdiri dari data kualitatif yaitu berupa hasil persentase dalam kriteria
penilaian yang didapatkan dari observasi terhadap aktivitas guru dan aktivitas
siswa dalam tahapan-tahapan pembelajaran menggunakan kombinasi model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Untuk mengukur aktivitas guru menggunakan rumus jumlah skor aktivitas guru yang
diperoleh dibagi skor maksimal dan dikali 100%. Sedangkan untuk aktivitas siswa
secara klasikal dihitung dengan rumus jumlah skor yang diperoleh semua
siswadibagi jumlah skor maksimal dan dikali 100%.
Data kuantitatif yaitu berupa nilai hasil belajar
secara individual yaitu memenuhi KKM yang diinginkan serta secara klasikal yang
memenuhi persentase ≥80% yang didapatkan dari tes hasil belajar dalam bentuk
tertulis. Data kuantitatif merupakan data tentang hasil belajar siswa pada
akhir kegiatan. Adapaun data kuantitatif untuk mengukur kemampuan siswa secara
individual adalah dari hasil belajar dari tes evaluasi yang diberikan setiap
akhir pembelajaran. Sedangkan untuk ketuntasan klasikal diperoleh dari rumus
jumlah siswa yang berada pada kategori tuntas dibagi jumlah siswa dan dikali
100%.
HASIL
DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan hasil observasi aktivitas guru selama siklus
I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi
perbaikan aktivitas guru dalam melakukan pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Dapat dikatakan
bahwa aktivitas guru dari siklus I sampai siklus II mengalami peningkatan
kualitas pembelajaran, pada siklus I pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor
35 dan pada pertemuan 2 memperoleh skor 36 yang berada pada kategori Baik
kemudian pada siklus II pertemuan 1 aktivitas guru memperoleh skor 43 dan pada
pertemuan 2 memperoleh skor 47 yang berada pada kategori Sangat Baik. Untuk
lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik berikut:
Peningkatan ini dapat dilihat dari
kegiatan pembelajaran secara keseluruhan, aktivitas siswa dalam kelompok, dan
hasil belajar siswa. Hal ini disebabkan keberhasilan guru dalam kegiatan
pembelajaran akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Seperti yang
diungkapkan oleh Suriansyah (2009:15) bahwa dalam proses perencanaan
pembelajaran, guru bukanlah mempersiapkan sejumlah materi yang harus dihafal,
akan tetapi merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa dapat menemukan
sendiri materi yang harus dipahaminya. Pembelajaran adalah proses memfasilitasi
kegiatan penemuan agar siswa memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui
penemuannya sendiri (bukan mengingat sejumlah fakta).
Menurut Ngalimun (2013:89) model Problem Based Learning (PBL) adalah
suatu model pembelajaran yang melibatkan siswa untuk memecahkan suatu masalah
melalui tahap-tahap metode ilmiah sehingga siswa dapat mempelajari pengetahuan
yang berhubungan dengan masalah tersebut dan sekaligus memiliki keterampilan
untuk memecahkan masalah. Selain itu, Rahyubi (2012:225) juga mengemukakan
bahwa peranan guru dalam model Problem
Based Learning (PBL) sebagai pembimbing dan negosiator. Terbukti dengan
memaksimalkan bimbingan kepada siswa berdampak pada meningkatnya aktivitas dan
hasil belajar siswa. Sejalan denga ungkapan Rusman (2011:203) bahwa “Guru hanya
memfasilitasi, memotivasi, membimbing, dan mengarahkan siswa dalam pembelajaran
dengan pengelolaan kelompok-kelompok siswa”.
Guru telah mampu mengkondisikan suasana
pembelajaran yang menyenangkan dan berpusat pada siswa. Siswa pun terlihat
antusias mengikuti kegiatan pembelajaran dengan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together. Dalam hal ini
guru telah berusaha melaksanakan pembelajaran sesuai dengan rancangan yang
telah dibuat dan semua aturan yang harus dikerjakan oleh siswa mengenai
permasalahan yang dihadapi. Senada dengan pendapat Kunandar (2007:368)
menyatakan tipe Numbered Heads Together
yang dikembangkan oleh Spancer Kagan (1993) dengan melibatkan para siswa dalam
mereview bahan yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek atau memeriksa
pemahaman mereka mengenai isi pelajaran melalui empat langkah yaitu: 1)
penomoran (Numbering), 2) pengajuan
pertanyaan (Questioning), 3) berpikir
bersama (Head Together), dan
pemberian jawaban (Answering).
Dari paparan di atas dapat diketahui bahwa
aktivitas guru dalam menggunakan kombinasi model Problem Based Learning, metode
Demostrasi, dan Numbered Heads Together ini semakin membaik dengan meningkatnya
aktivitas siswa dan hasil belajar di tiap siklusnya, sehingga guru sudah dapat
menjadi fasilitator dalam pembelajaran. Karena keberhasilan guru dalam kegiatan
pembelajaran akan menunjang keberhasilan siswa dalam belajar. Hal ini sesuai
dengan pendapat Trianto (2011:17) bahwa “Cara mengajar guru yang baik merupakan
kunci dan prasyarat bagi siswa untuk dapat belajar dengan baik”.
Berdasarkan hasil pengamatan pada
aktivitas siswa selama siklus I dan siklus II pada penelitian tindakan kelas
ini diketahui telah terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam pembelajaran
dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Persentase siswa
yang berada pada kategori tidak aktif dan cukup aktif pada siklus I sebesar 70%
dan 30% pada pertemuan 1 dan sebesar 36% dan 63,64% pada pertemuan 2. Meningkat
pada siklus II pertemuan 1 siswa yang berada pada kategori aktif dan sangat
aktif sebesar 65,22% dan 34,78% pada pertemuan 2 siswa pada kategori sangat aktif
sebesar 100%.
Peningkatan aktivitas siswa tersebut
terjadi karena di dalam pembelajaran menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi,dan Numbered Heads Together siswa tidak hanya mendengarkan apa yang
dijelaskan oleh guru, namun siswa dapat aktif dalam memecahkan masalah,
bekerjasama dalam kelompok, mengemukakan pendapat untuk memecahkan masalah yang
diajukan, disiplin, dan bertanggung jawab, sehingga siswa tidak saja dilatih
untuk mandiri, tapi juga berfikir kritis dan aktif dalam memecahkan masalah
yang dihadapi. Hal ini didukung oleh pendapat Wardhani (Supinah dan Titik
Supanti, 2010:17) yang menyebutkan bahwa pembelajaran berbasis masalah
merupakan model pembelajaran yang bertujuan merangsang terjadinya proses
berpikir tingkat tinggi dalam situasi yang berorientasi masalah. Model
pembelajaran ini dapat memberdayakan siswa untuk menjadi seorang pribadi yang
mandiri dan mampu menghadapi setiap permasalahan yang ada baik sekarang maupun
di kemudian hari. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan
Slavin (2009:57) bahwa pentingnya penggunaan
model pembelajaran kooperatif dimana siswa yang mempunyai tingkat kinerja yang
berbeda dapat membantu satu sama lain, dapat menjadi sasaran yang efektif untuk
membantu semua anak belajar, dengan pembagian siswa secara heterogen berguna
untuk terjadinya pertukaran pengetahuan bagi siswa berpencapaian tinggi
terhadap siswa yang berpencapaian rendah.
Selain itu, meningkatnya aktivitas
siswa di dalam kegiatan belajar mengajar karena Model Pembelajaran Kooperatif
juga disusun dalam sebuah usaha untuk meningkatkan partisipasi siswa,
memfasilitasi siswa dengan pengalaman sikap kepemimpinan dan membuat keputusan
dalam kelompok, serta memberikan kesempatan pada siswa untuk berinteraksi dan
belajar bersama-sama siswa yang berbeda latar belakangnya (Trianto,
2011:58). Karena sesuai dengan pendapat Trianto
(2010:58) bahwa model pembelajaran kooperatif merupakan sebuah kelompok
strategi yang melibatkan siswa bekerja secara berkaloborasi untuk mencapai
tujuan bersama. Sejalan dengan Hidayati (2008:209)
mengemukakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah strategi pembelajaran yang
melibatkan partisipasi siswa dalam satu kelompok kecil untuk saling
berinteraksi. Dalam sistem belajar yang kooperatif, siswa belajar bekerja sama
dengan anggota lainnya. Dalam model ini siswa memiliki tanggung jawab, yaitu
mereka belajar untuk dirinya sendiri dan membantu sesama anggota kelompok kecil
untuk belajar.
Siswa belajar bersama sebuah kelompok kecil dan mereka dapat
melakukannya seorang diri. Selain penggunaan model pembelajaran kooperatif
penghargaan juga diperlukan siswa sejalan dengan pendapat Sanjaya
(2006:244) yang mengatakan penghargaan yang diberikan
kepada kelompok memungkinkan setiap anggota kelompok akan saling membantu.
Dengan demikian, keberhasilan setiap individu pada dasarnya adalah keberhasilan
kelompok. Hal semacam ini akan mendorong setiap anggota kelompok untuk
memperjuangkan keberhasilan kelompoknya. Penilaian dilakukan saat kerja
kelompok dan pada tahap tanggapan antar kelompok dimana guru melakukan
penilaian berdasarkan pengamatan selama proses berlangsung dan tertuang dalam
lembar pengamatan.
Dalam pelaksanaannya pembelajaran sudah
berpusat pada siswa guru hanya membimbing dan mengarahkan dan pada saat
pembelajaran berlangsung siswa juga terlihat antusias. Hal ini sesuai dengan
pendapat Rusman (2011:321) menyatakan bahwa pembelajaran harus berpusat pada
siswa (student-centered learning) dan
pembelajaran harus bersifat menyenangkan (learning
is fun), agar mereka termotivasi untuk terus belajar sendiri tanpa
diperintah dan agar mereka tidak merasa terbebani atau takut. Untuk itu maka
guru harus selalu mengupayakan agar pembelajaran bersifat menyenangkan, serta
memotivasi anak agar anak mengadakan eksplorasi, kreasi, dan bereksperimen
terus dalam pembelajaran.
Pada setiap pertemuan guru selalu
memotivasi siswa agar dapat selalu bekerjasama dengan anggota kelompoknya,
karena peningkatan siswa dalam berkelompok disebabkan
guru sudah bisa memotivasi siswa untuk kompak dengan kelompoknya. Karena
belajar berkelompok sangat penting dan semua siswa harus terlibat langsung di
dalamnya. Hal ini sesuai dengan pendapat Sudjana (2011: 28) belajar dan mengajar merupakan dua konsep yang tidak bisa
dipisahkan satu sama lain. Belajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan
seseorang sebagai subjek yang menerima pembelajaran (sasaran didik) , sedangkan
mengajar menunjukan pada apa yang harus dilakukan oleh guru sebagai pengajar.
Belajar harus dilakukan siswa secara aktif, baik individual maupun kelompok,
dengan cara memecahkan masalah (problem solving). Guru bertindak sebagai
pembimbing dan fasilitator.
Selain itu, belajar
berkelompok menurut Djamarah (2008: 124-125) menyebutkan sifat khas pada siswa kelas tinggi salah satu
adalah gemar membentuk kelompok sebagai sarana untuk dapat bermain bersama dan
belajar. Sehingga wajar terdapat peningkatan pada siswa saat berkelompok
apalagi jika mereka cocok dengan teman kelompoknya.
Berdasarkan hasil
belajar siswa yang diambil dari nilai evaluasi akhir pada siklus I dan siklus
II pada penelitian tindakan kelas ini diketahui telah terjadi peningkatan hasil
belajar siswa dalam pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Berdasarkan hasil evaluasi belajar siswa
dalam kerja kelompok menunjukkan perkembangan yang semakin membaik. Seperti
kerjasama dalam kelompok, siswa telah mampu bekerjasama dengan anggota
kelompoknya. Mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan, dari setiap pertemuan siswa selalu mengalami
peningkatan dalam mengungkapkan pendapat dan membuat kesimpulan karena
bimbingan yang diberikan oleh guru. Begitu juga dalam aspek tanggung jawab
terhadap tugas yang diberikan, siswa sudah bisa berbagi tugas dengan teman
anggota kelompoknya.
Hal tersebut dibuktikan dari hasil penilaian siswa secara
berkelompok pada siklus I pertemuan 1 memperoleh rata-rata sebesar 65 pada
pertemuan 2 diperoleh nilai rata-rata sebesar 72,5. Sedangkan pada siklus II
pertemuan 1 diperoleh nilai rata-rata sebesar 81,25 dan pada pertemuan 2
sebesar 88,75. Hal ini sependapat dengan Trianto (2007:41) bahwa tujuan
dibentuknya kelompok tersebut adalah untuk memberikan kesempatan kepada semua
siswa untuk dapat terlibat secara aktif dalam proses berpikir dan kegiatan
belajar. Selama bekerja dalam kelompok, tugas anggota kelompok adalah mencapai
ketuntasan materi yang disajikan oleh guru, dan saling membantu teman
sekelompoknya untuk mencapai ketuntasan belajar.
Hal ini mengindikasikan bahwa
hasil belajar siswa secara berkelompok dalam pembelajaran dengan menerapkan
model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together
semakin membaik yang berdampak pada efektivitas pembelajaran dan menyenangkan,
yang pada gilirannya akan meningkatkan prestasi belajar siswa.
Ketuntasan hasil belajar siswa dari siklus I sampai siklus II mengalami
peningkatan, pada siklus I memperoleh rata-rata ketuntasan klasikal sebesar
75,40% dan meningkat pada siklus II menjadi 95,65%.
Temuan ini sependapat
Hamalik (2008:114) yang menyatakan bahwa bukti bahwa seseorang telah belajar
ialah terjadinya perubahan tingkah laku pada orang tersebut, misalnya dari
tidak tahu menjadi tahu, dan dari tidak mengerti menjadi mengerti. Tingkah laku
memiliki unsur subjektif dan unsur motorik. Bahwa seseorang sedang berfikir
dapat dilihat dari raut mukanya, sikap dalam ruhaniyahnya tidak bisa dilihat
yaitu apa yang dipikirkan dalam hati seseorang yang sedang belajar tidak dapat
dilihat.
Hasil belajar merupakan tujuan
akhir dilaksanakannya kegiatan pembelajaran di sekolah. Hasil belajar dapat
ditingkatkan melalui usaha sadar yang dilakukan secara sistematis mengarah
kepada perubahan yang positif yang kemudian disebut dengan proses belajar. Akhir
dari proses belajar adalah perolehan suatu hasil belajar siswa. Hasil belajar
siswa di kelas terkumpul dalam himpunan hasil belajar kelas. Semua hasil
belajar tersebut merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak
mengajar. Dari sisi guru, tindak mengajar di akhiri dengan proses evaluasi
hasil belajar, sedangkan dari siswa, hasil belajar merupakan berakhirnya
penggal dan puncak proses belajar (Dimyati dan Mudjiono,
2009: 3).
Pemilihan model pembelajaran sangat
menentukan hasil belajar karena apabila model pembelajaran yang kita gunakan
tidak sesuai dengan materi yang diajarkan akan berdampak terhadap hasil belajar
siswa. Pemilihan model pembelajaran sangat dipengaruhi oleh sifat dan materi
yang akan diajarkan, tujuan yang akan dicapai dalam pembelajaran tersebut serta
tingkat kemampuan peserta didik (Trianto, 2011:52).
Peningkatan
hasil belajar ini disebabkan karena dalam penyampaian pelajarannya dengan
menyenangkan sehingga konsep-konsep yang disampaikan dapat lebih mudah diterima
siswa, selain itu penggunaan hal ini sesuai dengan apa yang dikatakan oleah Lozanov yaitu hanya dalam keadaan
gembira dan tenang siswa akan dapat menggunakan potensinya yang terpendam dan
rasa gembira merupakan prasarat bagi proses belajar mengajar yang efektif dan
cepat (Djanali, 2007:33). Jadi materi yang
disampaikan dapat lebih mudah diserap siswa. Dan dalam proses pembelajarannya
menggunakan model kooperatif sehingga dapat membuat siswa lebih tertarik dan
lebih mudah dalam mengikuti pembelajarannya.
Hal ini sesuai dengan apa yang
disampaikan dalam (Trianto, 2010:56) yaitu pembelajaran kooperatif bernaung
dalam teori konstruktivisme, pembelajaran ini muncul dari konsep bahwa siswa
akan lebih mudah menemukan dan memahami konsep yang sulit jika mereka saling
berdiskusi dengan temannya. Karena menurut Johnson
& Johnson (Trianto, 2011: 57) tujuan pokok belajar kooperatif adalah
memaksimalkan belajar siswa untuk peningkatan prestasi akademik dan pemahaman baik
secara individu maupun secara kelompok.Pendidikan IPA diarahkan untuk
“mencari tahu” dan “berbuat” sehingga dapat membantu siswa untuk memperoleh
pemahaman yang lebih mendalam tentang alam sekitar (Depdiknas:2003) sehingga
kombinasi ketiga model diatas sangat cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran
IPA.
Salah satu faktor yang mempengaruhi hasil belajar. Hal ini sesuai
dengan Slameto
(2010:34-35) mengajar yang dipentingkan ialah adanya
partisipasi guru dan siswa satu sama lain. Guru merupakan koordinator, yang
melakukan aktivitas dalam interaksi sedemikian rupa, sehingga siswa belajar
seperti yang kita harapkan. Jadi guru haruslah menggunakan cara mengajar yang
baik dan menciptakan hubungan yang baik dengan siswa agar siswa belajar dengan
baik serta hasil belajar dapat tercapai dengan maksimal.
Berdasarkan hasil observasi
yaitu pada aktivitas guru dan aktivitas siswa serta hasil
belajar dan pembahasan pada penelitian tindakan kelas ini maka dapat
disimpulkan bahwa terjadi peningkatan aktivitas guru dalam melaksanakan
pembelajaran dengan menggunakan model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together
pada materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya di kelas IV SDN Amawang Kiri
Muka Kandangan dengan Sangat Baik, terjadi peningkatan aktivitas siswa dalam
mempelajari materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya yang berada pada
kategori sangat aktif dan terjadi peningkatan hasil belajar siswa kelas IV SDN
Amawang Kiri Muka materi Perubahan Lingkungan dan Pengaruhnya melalui model Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together.
Hendaknya guru IPA pada saat melaksanakan
pembelajaran mampu menggunakan model pembelajaran yang sesuai dengan materi
yang dianjurkan sehingga mampu meningkatkan keaktifan siswa serta hasil belajar
siswa dalam proses pembelajaran. Alternative model pembelajaran yang dapat
digunakan untuk meningkatkan aktivitas siswa dan hasil belajar siswa yaitu
kombinasi dari model pembelajaran Problem
Based Learning, metode Demonstrasi, dan Numbered
Heads Together.
Penelitian ini sebaiknya dijadikan salah
satu alternative pilihan sebagai bahan masukan dalam membina guru yang akan
melaksanakan penelitian tindakan kelas dengan kombinasi model pembelajaran Problem Based Learning, metode
Demonstrasi, dan Numbered Heads Together dan
juga bias dijadikan rujukan bagi guru yang ingin menggunakan model ini pada
saat pelaksanaan pembelajaran.
Hendaknya
peneliti dapat memanfaatkan hasil penelitian dengan sebaik-baiknya dan dapat
meneliti lebih lanjut hasil temuan yang diperoleh untuk kepentingan dalam upaya
peningkatan mutu pendidikan, peningkatan aktivitas pembelajaran, dan
meningkatkan motivasi belajar siswa.
Dimyati dan Mudjiono. (2009). Belajar dan Pembelajaran.
Jakarta: PT Rineka Cipta.
Djamarah, B. S. (2008). Psikologi Belajar. Jakarta: Rineka
Cipta.
Djanali,
Sopeno. (2007). Kapita Selekta
Pembelajaran. Banjarmasin : Pendidikan Jarak
Jauh Dinas Pendidikan Propinsi Kalimantan Selatan FKIPUniversitasLambung
Mangkurat.
Kunandar.
(2007). Guru Profesional Implementasi
Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP) dan Sukses dalam Sertifikasi Guru.
Jagakarsa: Rajawali Pers.
Rusman.
(2011). Manajemen Kurikulum. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada.
Sanjaya, W. (2009). Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
Proses Pendidikan. Jakarta : Kencana.
Slameto.
(2010). Belajar & Faktor-Faktor Yang Mempengaruhinya.
Jakarta: Rineka Cipta.
Slavin, Robert. (2009). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT.
Indeks.
Sudjana.
(2011). Dasar-dasar proses Belajar mengajar. Bandung: Sinar Baru
Algensindo.
Susanto, Ahmad. (2013). Teori
Belajar Dan Pembelajaran. Jakarta: Kencana.
Trianto.
(2011). Mendesain Model Pembelajaran Inovatif-Progresif: Konsep Landasan,
dan Implementasinya Pada Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Jakarta:
Kencana.
Trianto. 2010. Mendesain model pembelajaran inovatif-pogresif.Surabaya: Kencana Prenada
Media Group.
UU
RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. (2003). Jakarta:
Biro Hukum dan Organisasi Sekretariat Jenderal Departemen Pendidikan Nasional.
Tags:
ptk